Pengertian Etos Kerja
Etos
berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang artinya sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas
sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok
bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya,
serta sistem nilai yang diyakininya (Tasmara, 2002:15). Etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak
dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap
kerja (Sukardewi, 2013:3).
Pengertian etos kerja dari
beberapa sumber:
·
Menurut Sinamo (2011:26), etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang
berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma
kerja yang integral.
·
Menurut Panji Anoraga (2001:29), etos kerja adalah pandangan dan sikap suatu
bangsa atau umat terhadap kerja, oleh karena itu menimbulkan pandangan dan
sikap yang menghargai kerja sebagai suatu yang luhur, sehingga diperlukan dorongan
atau motivasi.
·
Menurut Madjid (2000:410), etos kerja ialah karakteristik dan sikap, kebiasaan,
serta kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tentang seseorang
individu atau sekelompok manusia.
Ciri-ciri Etos
Kerja
Seseorang yang memiliki etos kerja, akan terlihat pada sikap dan tingkah
lakunya dalam bekerja. Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri etos kerja:
1.
Kecanduan terhadap waktu. Salah satu esensi dan hakikat
dari etos kerja adalah cara seseorang menghayati, memahami, dan merasakan
betapa berharganya waktu. Dia sadar waktu adalah netral dan terus merayap dari
detik ke detik dan dia pun sadar bahwa sedetik yang lalu tak akan pernah
kembali kepadanya.
2.
Memiliki moralitas yang bersih (ikhlas). Salah satu
kompetensi moral yang dimiliki seorang yang berbudaya kerja adalah nilai
keihklasan. Karena ikhlas merupakan bentuk dari cinta, bentuk kasih sayang dan
pelayanan tanpa ikatan. Sikap ikhlas bukan hanya output dari cara dirinya
melayani, melainkan juga input atau masukan yang membentuk kepribadiannya
didasarkan pada sikap yang bersih.
3.
Memiliki kejujuran. Kejujuran pun tidak datang dari
luar, tetapi bisikan kalbu yang terus menerus mengetuk dan membisikkan nilai
moral yang luhur. Kejujuran bukanlah sebuah keterpaksaan, melainkan sebuah
panggilan dari dalam sebuah keterikatan.
4.
Memiliki komitmen. Komitmen adalah keyakinan yang
mengikat sedemikian kukuhnya sehingga terbelenggu seluruh hati nuraninya dan
kemudian menggerakkan perilaku menuju arah tertentu yang diyakininya. Dalam
komitmen tergantung sebuah tekad, keyakinan, yang melahirkan bentuk vitalitas
yang penuh gairah.
5.
Kuat pendirian (konsisten). Konsisten adalah suatu
kemampuan untuk bersikap taat asas, pantang menyerah, dan mampu mempertahankan
prinsip walau harus berhadapan dengan resiko yang membahayakan dirinya. Mereka
mampu mengendalikan diri dan mengelola emosinya secara efektif.
Dalam artikel Pak Jansen Hulman Sinamo berjudul "Etos Kerja Indonesia", beliau membandingkan etos kerja yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia dan dua negara lainnya yaitu Jerman dan Jepang yang memang terkenal dengan etos kerjanya.
Dalam artikel Pak Jansen Hulman Sinamo berjudul "Etos Kerja Indonesia", beliau membandingkan etos kerja yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia dan dua negara lainnya yaitu Jerman dan Jepang yang memang terkenal dengan etos kerjanya.
Jerman
dikenal memiliki etos
(1) bertindak rasional,
(2) berdisiplin tinggi,
(3) bekerja keras,
(4) berorientasi sukses material,
(5) tidak mengumbar kesenangan,
(6) hemat dan bersahaja, serta
(7) menabung dan berinvestasi.
Jepang terkenal dengan etos Samurai,
(1) bersikap benar dan bertanggungjawab,
(2) berani dan ksatria,
(3) murah hati dan mencintai,
(4) bersikap santun dan hormat,
(5) bersikap tulus dan sungguh-sungguh,
(6) menjaga martabat dan kehormatan, dan
(7) mengabdi pada bangsa.
(1) bertindak rasional,
(2) berdisiplin tinggi,
(3) bekerja keras,
(4) berorientasi sukses material,
(5) tidak mengumbar kesenangan,
(6) hemat dan bersahaja, serta
(7) menabung dan berinvestasi.
Jepang terkenal dengan etos Samurai,
(1) bersikap benar dan bertanggungjawab,
(2) berani dan ksatria,
(3) murah hati dan mencintai,
(4) bersikap santun dan hormat,
(5) bersikap tulus dan sungguh-sungguh,
(6) menjaga martabat dan kehormatan, dan
(7) mengabdi pada bangsa.
Mengutip Mochtar Lubis dalam bukunya Manusia
Indonesia [1977], ‘etos kerja’ orang Indonesia adalah
(1) Munafik atau hipokrit. Suka berpura-pura, lain di mulut lain di hati;
(2) Enggan bertanggung jawab. Suka mencari kambing hitam;
(3) Berjiwa feodal. Gemar upacara, suka dihormati daripada menghormati dan lebih mementingkan status daripada prestasi;
(4) Percaya takhyul. Gemar hal keramat, mistis dan gaib;
(5) Berwatak lemah. Kurang kuat mempertahankan keyakinan, plinplan, dan gampang terintimidasi. Dari kesemuanya, hanya ada satu yang positif, yaitu (6) Artistik; dekat dengan alam. Dengan melihat keadaan saat ini, ini merupakan kenyataan pahit, yang memang tidak bisa kita pungkiri, dan memang begitu adanya.
(1) Munafik atau hipokrit. Suka berpura-pura, lain di mulut lain di hati;
(2) Enggan bertanggung jawab. Suka mencari kambing hitam;
(3) Berjiwa feodal. Gemar upacara, suka dihormati daripada menghormati dan lebih mementingkan status daripada prestasi;
(4) Percaya takhyul. Gemar hal keramat, mistis dan gaib;
(5) Berwatak lemah. Kurang kuat mempertahankan keyakinan, plinplan, dan gampang terintimidasi. Dari kesemuanya, hanya ada satu yang positif, yaitu (6) Artistik; dekat dengan alam. Dengan melihat keadaan saat ini, ini merupakan kenyataan pahit, yang memang tidak bisa kita pungkiri, dan memang begitu adanya.
Salah satu faktor rendahnya etos kerja
yang dimiliki oleh Indonesia yaitu negatifnya keteladanan yang ditunjukkan oleh
para pemimpin. Mereka merupakan model bagi masyarakat yang bukan hanya memiliki
kekuasaan formal, namun juga kekuasaan nonformal yang justru sering
disalahgunakan.
Melihat kenyataan etos di Indonesia
yang buruk, Jansen menawarkan solusi. Bagi ia, jawaban atas keberhasilan sebuah
bangsa atau organisasi terletak pada etos kerja (culture) mereka. Dalam buku
berjudul Culture Matters, Huntington menulis prakata yang mengatakan tiga puluh
tahun yang lalu, Ghana dan Korea Selatan memiliki kesamaan dalam banyak hal
seperti indikator ekonomi dan sebagainya.
Namun, sekarang Korea Selatan sudah menjadi negara yang sangat maju sedangkan Ghana nyaris tidak mengalami perubahan alias berjalan di tempat. Kenapa hal itu bisa terjadi? Semua analisis akhirnya sampai pada satu kesimpulan, akar penyebabnya adalah culture (budaya).
Namun, sekarang Korea Selatan sudah menjadi negara yang sangat maju sedangkan Ghana nyaris tidak mengalami perubahan alias berjalan di tempat. Kenapa hal itu bisa terjadi? Semua analisis akhirnya sampai pada satu kesimpulan, akar penyebabnya adalah culture (budaya).
Cara Menumbuhkan
Etos Kerja
Setiap negara
memiliki etos kerja masing-masing, menurut Jansen H. Sinamo (2011) melalui
bukunya 8 Etos Kerja Profesional menjelaskan cara
menumbuhkan etos kerja sebagai berikut:
1.
Kerja sebagai rahmat (Aku bekerja tulus penuh rasa syukur).
2.
Kerja adalah amanah (Aku bekerja penuh tanggung jawab).
3.
Kerja adalah panggilan (Aku bekerja tuntas penuh integritas).
4.
Kerja adalah aktualisasi (Aku bekerja keras penuh semangat).
5.
Kerja adalah ibadah (Aku bekerja serius penuh kecintaan).
6.
Kerja adalah seni (Aku bekerja cerdas penuh kreativitas).
7.
Kerja adalah kehormatan (Aku bekerja penuh ketekunan dan keunggulan).
8.
Kerja adalah pelayanan (Aku bekerja paripurna penuh kerendahan hati).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Etos Kerja
Etos kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu (Anoraga,
2001:52):
1.
Agama. Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai
yang akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara
berpikir, bersikap dan bertindak seseorang tentu diwarnai oleh ajaran agama yang
dianut jika seseorang sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama.
2.
Budaya. Sikap mental, tekad, disiplin, dan semangat
kerja masyarakat juga disebut sebagai etos budaya dan secara operasional etos
budaya ini juga disebut sebagai etos kerja. Kualitas etos kerja ini ditentukan
oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan.
3.
Sosial Politik. Tinggi rendahnya etos kerja suatu
masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong
masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras dengan
penuh.
4.
Kondisi Lingkungan/Geografis. Lingkungan alam yang
mendukung mempengaruhi manusia yang berada di dalamnya melakukan usaha untuk
dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang pendatang
untuk turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut.
5.
Pendidikan. Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan
kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia akan membuat
seseorang mempunyai etos kerja keras.
6.
Struktur Ekonomi. Tinggi rendahnya etos kerja suatu
masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur ekonomi, yang mampu
memberikan insentif bagi anggota masyarakat untuk bekerja keras dan menikmati
hasil kerja keras mereka dengan penuh.
7.
Motivasi Intrinsik Individu. Individu yang akan
memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi. Etos
kerja merupakan suatu pandangan dan sikap yang didasari oleh nilai-nilai yang
diyakini seseorang.
Kesimpulan
Etos kerja harus dimiliki oleh setiap
orang karena dengan adanya sikap etos kerja membuat orang yang memilikinya akan
menjadi seseorang yang memiliki sikap yang bertanggung jawab, bekerja keras,
jujur, mempunyai keyakinan yang tinggi serta kuat akan pendiriannya
(konsisten).
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar